Ash-Syuhada, Masjid di Lereng Bukit

Seandainya istri nya masih ada. Tentu tak akan kosong tempat sabun cuci tangan disana. Walaupun…..
Gumam Orang tua itu
Seorang lelaki tua. Rambut telah memutih semua. Baju kemeja lama tapi rapi, duduk di dekat sebuah warung. Ia meminum kopi sambil membersihkan rumput di balik tumpukan bunga taman.
Di dekatnya. Rombongan ibu2 dan bapak tampaknya dari sebuah majelis taklim, sedang menunggu temannya selesai salat dan bersih2 di Masjid Ash Syuhada. Mereka sepertinya dalam sebuah perjalanan jauh. Ada 5 bus parkir beriiringan. Singgah di tempat ibadah yang ada di lereng perbukitan. Ash Syuhada, masjid ini dikelilingi perkebunan sayur mayur. Pemandangannya indah, parkirnya luas. Bangunannya makin terlihat agung, dengan warna batu alam di dinding luarl.
“Bersih ya masjidnya. Ada sabun cuci tangan. Walau kita banyak, selalu dibersihkan. Saya lihat seorang bapak tua, mengisi sabun cuci tangan di tempat wudhu. Penuh terus,” kata seorang pria kepada rombongan.
Seorang ibu menimpali. “Di tempat wudhu perempuan, tempat sabun cuci tangannya kosong,” sebutnya. “Waktu singgah bulan lalu, ada nenek yang membersihkan dan mengisi sabun cuci tangan disitu,” timpa ibu yang berbeda. Mereka lalu bercerita banyak hal lain
Mendengar obrolan tanpa sengaja. Lelaki tua itu bersedih. Air matanya berlinang. Seandainya istri nya masih ada. Tentu tak akan kosong tempat sabun cuci tangan disana. Walaupun rombongan jamaah sebanyak apapun.
Hati tua makin rusuh. Bagaimana jika ia tidak ada, apakah ada yang akan membersihkan toilet dan tempat wudhu setiap waktu. Siapa yang akan mengisi sabun cair nanti.
Masjid kecil ini terkesan terlalu megah, di tengah ladang yang luas. Hanya 1–2 orang peladang yang singgah kesini setiap hari. Mereka lebih memilih salat di pondok kayu masing-masing. Disana ada bekal siang dan bisa beristirahat. Mungkin juga mereka takut berjalan jauh ke masjid dengan parkiran luas begini. Mungkin mereka takut nengotori tempat yang bersih ini. Hanya ada satu warung sederhana. Anak muda pemilik warung lebih suka disana daripada di dalam Ash Syuhada.
Air mata lelaki tua l terus berlinang. Tangisnya semakin dalam tanpa suara. Tubuh ringkih kadang bergetsr. Bagaimana Ash Syuhada, paska dia tiada……
Apakah akan tetap bersih. Mungkin melapuk dan ditinggalkan jamaah. Seiring umur, tubuh Ash Syuhada tentu akan renta. Siapa yang akan menjaga
Lama ia termenung… Tanya demi tanya selalu melintas. Pikirannya kaku, rasanya renyuh. Pilu
Ia kembali disadarkan pada rasa percaya. Alllah SWT, yang memiliki semua yang ada di dunia. Sang pemilik alam semesta dan segala isinya, berhak menjaga dan mengambil apa yang ada. Tiada yang abadi, pada semua ciptaanNYA.
“Ikhlas,” sebutnya lirih. Tangan keriput itu menyeka air mata. Ia masih terus bekerja, sementara rombongan telah pergi. Ash Syuhada kembali sepi. (*)
——-
Saya terjaga. Azan subuh berkumandang. Tangis bapak itu terasa di mata. Guncangan tubuhnya nyata. Menggetarkan jiwa yang baru masuk ke raga.
Semoga suatu saat akan dipertemukan dengan Ash Syuhada. Jika jumpa mohon kabari saya.
Jumat, 14-10-2022
Tandri Eka Putra